Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Filosofi kehidupan : percaya, melaksanakan, belajar

Filosofi  kehidupan : percaya, melaksanakan, belajar, adalah pondasi awal yang akan menuntun hidup kita menjadi pribadi gembira dan pantang menyerah.

SyinGyoGaku : Percaya, Melaksanakan, Belajar.

Filosofi kehidupan manusia syingyogaku, percaya, melaksanakan, belajar.

Filosofi kehidupan, percaya, melaksanakan, dan belajar, mempunyai peran penting dalam kemajuan dan kemakmuran hidup manusia. Tiga hal diatas yang menjadi dasar pokok dalam menjalani hidup.

Ketiganya bisa kita terapkan dan mampu mengisi ruang manapun dalam kehidupan ini. Bukan hanya agama, namun melintas ke sendi manapun dalam hidup, filsafat, cara pandang, dan sebagainya.

Pentingnya Percaya


Dasar dari segala sesuatu di dunia ini adalah percaya. Semua disiplin ilmu yang berkaitan dengan kepercayaan tidak pernah lepas dari kata percaya. Sehebat apapun atau selemah apapun diri kita, tidak akan menjadi hebat dan lemah jika kita tidak mempercayainya, bahkan orang lain pun demikian. 

Segala yang kita percaya tidak akan ada bukti nyata jika kita tidak mau melaksanakannya. Pelaksanaan menjadi penting dalam usaha mewujudkan rasa percaya dalam diri kita. Keraguan akan menjadi sirna ketika ada pelaksanaan secara nyata.

Unsur kedua ini menjadi bukti bahwa kita benar-benar percaya. Tanpa ada pelaksanaan nyata, bisa dibilang kepercayaan kita belum 100 %.

Ketiga adalah belajar. Dalam pelaksanaan yang merupakan wujud pembuktian hati kepercayaan kita, ada hal-hal yang bisa kita pelajari. Jika kita tidak mau belajar darinya, unsur pertama pun, akan menjadi semu.

Percaya tanpa dasar adalah ngawur. Diperlukan pembelajaran untuk menganalisa dan mempelajari dengan benar, apa yang kita percaya dan apa yang kita laksanakan.

Merubah nasib buruk menjadi baik


Percaya, melaksanakan, belajar, menjadi kunci yang harus dipegang dalam usaha kemajuan dan kemakmuran hidup kita, menuju hidup yang bahagia seutuhnya. Saya belajar dari guru saya mengenai filosofi percaya, melaksanakan, dan belajar ini.

Contoh yang diberikan pun bisa dimengerti oleh saya sebagai orang yang tidak terlalu paham soal filsafat.

Ambil contoh soal minuman, kopi. Wedang kopi berwarna hitam, ada yang pekat dan ada yang kecoklatan. Secara rasa, ada yang pahit, manis, dan asam. Saya percaya, jika minum kopi ini, akan menambah mood menjadi lebih baik.

Bisa juga untuk mengusir rasa kantuk ketika sedang lembur kerja di malam hari. Untuk mendiskripsikan dengan detail apa yang saya percaya dan menambah kamantapan dalam hati, saya harus meminumnya. 

Melaksanakan adalah meminum kopi tersebut. 


Ternyata kopi ini rasanya pahit dan setelah meminumnya mata langsung melek, mood pun bisa menjadi lebih baik. Dari situ, kita jadi belajar soal rasa dan manfaat kopi untuk tubuh kita. Kandungan apa saja yang dimiliki dalam secangkir kopi.

Apa yang menyebabkan kantuk menjadi hilang dan mood menjadi lebih baik. Ketika kita dalam kondisi mood sedang buruk dan harus kerja lembur di malam hari, secara otomatis otak dan hati kita akan berkata "segeralah minum kopi".

Filosofi Syingyogaku (percaya, melaksanakan, dan belajar) ini menjadi pondasi utama dalam kehidupan. Menurut saya secara pribadi, ketiga nya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Filosofi ini ada dimanapun dalam ruang hidup kita, tanpa memandang disiplin ilmu apa yang dipakai. Agama, sains, filsafat, dan lain sebagainya.

Kesatuan yang tak terpisahkan


Percaya ada di dalam hati. Hanya saya yang tahu seberapa besar tingkat percaya yang saya miliki. Begitu juga dengan kamu, hanya kamu yang tahu beneran percaya apa tidak. Kadang mulut bisa berkata "ya, saya percaya" tapi dihati bisa jadi kebalikannya. Orang lain tidak ada yang tahu apa yang ada dihati kita. 

Percaya bisa dilihat dari tindakan dan pelaksanaan yang dijalankan. Ambil contoh, kita percaya pada filsafat tertentu dalam hidup ini, tapi tidak mau menjalankan dan melaksanakan apa yang menjadi hukum pelaksanaan dari filsafat yang kita ikuti.

Ini artinya, tingkat kepercayaan kita masih setengah-setengah. Karena jika percaya, dengan suka rela dan penuh kesadaran, akan menjalankan apa yang menjadi landasan hukum bagi filsafatnya.

Percaya menjadi kunci utama


Dalam konteks ini, pelaksanaan menjadi barometer seberapa besar rasa percaya di hati kita. Percaya belum tentu mengerti. Untuk itu, perlu belajar agar mengerti. Apa yang kita laksanakan bisa dipelajari.

Dari belajar, kita bisa mendefinisikan hati kepercayaan dan mengerti maksud dan tujuan dasar hukum filsafat yang kita anut. Tanpa belajar pun, sebenarnya bisa mencapai tingkat percaya yang paling tinggi.

Tetapi, ujungnya hanya sampai di diri kita saja, hanya kita yang bisa merasakan tanpa bisa mendefinisikan apa yang kita percaya.

Jika tujuan kita hanya untuk kebahagiaan diri sendiri, hanya menjalankan dua hal, percaya dan melaksanakan, sudah cukup. Tetapi jika kita ada kepentingan untuk kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, instrument ketiga, yaitu belajar, wajib kita laksanakan. 

Saya sedang berusaha menjalankan ketiganya dalam kehidupan sehari-hari dan di segala bidang kehidupan. Mari kita bersama-sama mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri dan untuk orang lain, agar kita bisa menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya.

Salam
wiwid kurniawan
wiwid kurniawan Tidak ada kata terlambat untuk belajar

Posting Komentar untuk "Filosofi kehidupan : percaya, melaksanakan, belajar"